Aku pernah menitipkan sesuatu
pada hujan,
pada semilir angin,
pada alam,
pada Tuhan.
Sampaikah padamu?
sampaikah ceritaku tentang sebuah kegagalan?
Adakah?
Jika tak ada, biar ku ceritakan disini
bersediakah kamu membacanya?
kamu...kemarin baru saja aku gagal.
gagal berkompetisi.
tak usah ku jelaskan tentang kompetisi itu
Tentunya kamu tahu kan? that dalam sebuah kompetisi selalu ada :
pengorbanan, mengorbankan, hal yang dikorbankan.
Tentu. Aku begitu faham.
betul-betul faham, hingga pada akhirnya aku siap menanggung segalanya.
menanggung korban-korban.
tapi aku selalu lupa,
selalu tak siap, akan menanggung...sebuah kegagalan
Aku sering menghiraukan tentang kegagalan. entah mengapa
mungkin aku terlalu optimis (dalam tanda kutip). hingga pada akhirnya aku tak mau mengingat tentang kegagalan.
Dan jujur Aku takut gagal.
Aku kerahkan segala kekuatan diriku, kekuatan lahir batin...tak pernah mengenal lelah...tak pernah memikirkan apakah sudah makan atau belum...tak pernah memikirkan waktu tapi ada yang selalu aku fikirkan : "kegagalan"
Oh Kamu...Ketakutanku menjadi nyata.
Kini, aku gagal.
Tapi kamu, lihat aku...
Aku gagal 7 kali tapi aku akan bangkit 8 kali.
dan tidak lagi takut gagal...
Hai.
Saya Nindy.
Orang yang tidak lagi takut gagal.
Karena Tuhan selalu bersama.
Bandung, 05-Juni-2014
Tertanda,
NindyaRR
Kamis, 05 Juni 2014
Acha...titik titik
Braga,2011
Hari itu Acha bertemu temannya.
Tidak sengaja. Tanpa skenario. Tanpa rencana. Semuanya kebetulan semata.
Pandangan Acha sudah melihatnya sejak temannya masih jauh disana, tapi Acha
masih berpura-pura tak melihat hingga pada akhirnya temannya perlahan-lahan
menghampiri Acha. Dan luntur lah percakapan diantara mereka. Antara Acha dan Irfan.
“Kamu sendiri cha?” tanya teman itu.“Ya, lagi apa kamu disini” memandangi dia dari atas ke bawah.“lagi main”“sama?”“tuuuh… sama dia”“…”
Acha terkejut melihat sosok sang dia yang ditunjuk temannya itu.
Oh
Tuhan, apalagi skenario-Mu.
Sang dia , sebut saja A. mulai menghampiri
Acha dan temannya.
“Hallo cha…apa kabar” menatap Acha tajam.“hai! Baik , kamu?” Acha tunduk, seakan A tak ada didepannya.“Baik, sendiri aja cha?”“iya, aku pergi duluan ya” Acha bergegas meninggalkan mereka.
"..."
“TUNGGU cha….” Teriak Irfan“ada apa lagi ya?”‘ada yang ingin mengatakan sesuatu kepadamu”“siapa?”“dia dia…” sambil menyeret A ke depan mata Acha.“Maaf, aku sedang buru-buru. Lain kali saja”“…”
Oh
Tuhan, kebohongan apa lagi yang harus aku lakukan. Berbohong itu
sulit...berbelit. Aku harus menyusun skenario agar kebohongan ini indah, agar
kebohongan ini tak ada yang tahu, agar aku dan Tuhan saja yang tahu. Tapi itu
sulit, saat harus membuat jalan cerita yang sama sekali tidak pernah terjadi,
saat kebohongan itu ketahuan. Plaaak. Tapi ini bukan lagi tentang bagaimana hal itu bisa terjadi tapi ini tentang bagaimana bisa
membohongi perasaan sendiri. Kalau ternyata A , sesungguhnya aku ingin
berbicara denganmu juga. I just want to be still for awhile.
Aku bergegas meninggalkan tempat
itu.
Tidak!
Tidak!
Aku tidak ingin mendengar sesuatu darinya. Aku
menunggu senja ketika memang senja itu sudah siap untuk menunjukan layar
jingganya. Aku tak akan memaksakan untuk datang ketika siang hari. Senja di siang hari. Itu mustahil.
MUSTAHIL. Oh Acha yang malang
A … aku memperhatikan setiap gula
pasir yang larut dalam teh yang kerap aku minum setiap pagi,
proses difusi
osmosis menjadikan peristiwa biologis yang tak mungkin aku lewatkan.
Saat gula
pasir berlomba agar cepat larut dalam teh itu…
aku masih larut memperhatikan.
Kue-kue yang menjadi temanku pagi itu...masih sama bentuknya,
masih setia
menunggu untuk ku lahap.
Oh A, adakah kau menunggu ku disana???
Langganan:
Postingan (Atom)